PENGELOLAAN LIMBAH SECARA KIMIA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Limbah adalah sisa atau sampah suatu proses programsi yang dapat menjadi bahan pencemaran atau polutan disuatu lingkungan. Banyak kegiatan manusia yang menghasilkan limbah antara lain kegiatan industri, transportasi, rumah tangga dan kegiatan lainnya (Karmana 2007).
Dalam buku Kimia Lingkungan ini dibahas tentang pengertian dan istilah-istilah yang sering ditemukan di dalam Kimia Lingkungan, sifat dan komposisi air, pencemaran air, pengolahan air minum dan pengolahan limbah cair, sifat dan komposisi atmosfer, pencemaran udara, pencemaran darat, dan toksikologi lingkungan. Pembahasan ditekankan pada hubungan senyawa kimia dengan pencemaran, terutama sumber pencemar, reaksi kimia, pengaruh terhadap lingkungan dan kesehatan, serta upaya menguranginya. Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri yang relevan dengan topik bahasan juga disertakan sebagai lampiran pada masing-masing akhir bab agar pembaca dapat lebih mudah memahami kebijakan dan usaha yang telah dilakukan pemerintah dalam penataan dan penanganan lingkungan di Indonesia. (Manihar Situmorang, FMIPA Unimed, 2012).
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Karakteristik limbah dipengaruhi oleh ukuran partikel (mikro), sifatnya dinamis, penyebarannya luas dan berdampak panjang atau lama. Sedangkan kualitas limbah dipengaruhi oleh volume limbah, kandungan bahan pencemar dan frekuensi pembuangan limbah. (Endang Widjajanti, Yogyakarta: FMIPA UNY, 2009)
Limbah atau sampah terdiri dari 2 jenis, yaitu limbah organik dan limbah anorganik. Limbah organik yang dihasilkan dari hari ke hari selalu bertambah. Jumlah penduduk Indonesia sebanyak 220 juta, dan produksi sampah organik setiap harinya sebanyak 110.000 ton atau 40.150.000 ton per tahun. Jika sampah sebanyak ini tidak diolah, maka akan menimbulkan banyak masalah terutama pencemaran lingkungan (Sofian, 2006).
          Limbah dapat dikenali berdasarkan karakteristiknya, adapun karaktiristik limbah adalah sebagai (Idrus Rosita,2013). Berupa partikel dan padatan, baik yang larut maupun yang mengendap, ada yang kasar dan ada yang halus. Berwarna keruh dan suhu tinggi. 
  1. Mengandung bahan yang berbahaya dan beracun, antara lain mudah terbakar, mudah meledak, korosif, bersifat sebagai oksidator dan reduktor yang kuat, mudah membusuk dan lain-lain
  2. Mungkin dalam jangka waktu singkat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti namun dalam jangka panjang mungkin berakibat fatal terhadap lingkungan.
     Berdasarkan wujudnya limbah terbagi menjadi 3, yaitu limbah padat, cair, dan gas.Sedangkan berdasarkan sumbernya limbah terbagi menjadi 4, yaitu limbah domestik, industri, pertanian, dan pertambangan. Limbah dapat ditanggulangi dengan berbagai proses pengolahan, salah satunya pengolahan limbah cair dengan menggunakan metode absorbsi. Proses absorbsi dilakukan dengan bantuan senyawa karbon aktif.
 Karbon aktif atau sering juga disebut sebagai arang aktif adalah suatu jenis karbon yang memiliki luas permukaan yang sangat besar.Hal ini bisa dicapai dengan mengaktifkan karbon atau arang tersebut. Hanya dengan satu gram dari karbon aktif, akan didapatkan suatu material yang memiliki luas permukaan kira-kira sebesar 500 m2(didapat dari pengukuran sendiri adsorpsi gas nitrogen). Biasanya pengaktifan hanya bertujuan untuk memperbesar luas permukaannya saja, namun beberapa usaha juga berkaitan dengan meningkatkan kemampuan adsorpsi karbon aktif itu(Idrus Rosita,2013).


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Pengertian

Pengolahan ini merupakan proses pengolahan limbah dimana penguraian atau pemisahan bahan yang tidak diinginkan berlangsung dengan adanya mekanisme reaksi  kimia (penambahan bahan kimia ke dalam proses).
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logamlogam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.

2.2  Proses pengolahan limbah secara kimia meliputi:

·         Netralisasi
Proses netralisasi pada perlakuan ke-II menggunakan rata-rata larutan soda ash yaitu sebanyak 4066,7 ml. Proses  pengolahan limbah laboratorium pada perlakuan ke-II menggunakan larutan soda ash lebih banyak daripada perlakuan ke-I. Hal tersebut karena pada perlakuan ke-II kondisi limbah laboratorium memiliki pH yang lebih asam dari pH limbah saat perlakuan ke-I, yaitu dengan pH 1,2. Pada proses pengolahan limbah cair laboratorium lingkungan untuk setiap ulangan dalam proses netralisasi menggunakan 210 gr soda ash yang dilarutakan dalam 4,2 liter akuades untuk menetralkan setiap 10 liter limbah cair laboratorium.

·         Koagulasi 
Proses kedua pada perlakuan ke-II dalam pengolahan limbah cair laboratorium yaitu proses koagulasi. Sama halnya dengan proses koagulasi pada perlakuan ke-I, koagulan yang digunakan yaitu koagulan tawas. Pada perlakuan ke-II nilai penurunan parameter COD lebih kecil daripada perlakuan ke-I. Dimana nilai penurunan rata-rata COD pada perlakuan ke-II yaitu sebesar 233,6 mg/l. Koagulan yang digunakan untuk mengolah 10 liter air limbah dalam proses koagulasi untuk setiap ulangannya yaitu sebanyak 3,3 kg yang dilarutkan dengan akuades sebanyak 1 liter. Selain proses pengadukan dalam proses pengendapan selama 15 menit kondisi limbah tidak mengendap dengan baik, hal tersebut juga dapat mempengaruhi warna limbah yang tidak terjadi perubahan yaitu masih berwarna merah muda. Berdasarkan penelitian Azamia (2012), menyatakan bahwa semakin kecil nilai kekeruhan maka semakin baik pula untuk proses pengolahan ke tahap selanjutnya, karena koloid yang terkandung dalam sampel limbah cair berkurang. Warna limbah tersebut berdampak pula pada hasil proses koagulasi yang masih menghasilkan nilai COD diatas baku mutu.

·         Fitoremediasi 
Proses fitoremediasi pada perlakuan ke-II dilakukan terlebih dahulu sebelum proses adsorpsi. Hal ini bertujuan membantu adsorben yang digunakan dalam proses adsorpsi agar tidak mudah jenuh dalam mengadsorpsi limbah yang diolah. Kondisi eceng gondok pada perlakuan ke-II setelah hari ke-8 mengalami kematian yang lebih cepat daripada saat fitoremediasi pada perlakuan ke-I. Karena pada saat hari ke-6 eceng gondok telah mengalami kekeringan pada daun dan batang. Kondisi eceng gondok tersebut juga dapat mempengaruhi hasil pengolahan. Dimana penurunan parameter pencemar pada perlakuan ke-II lebih rendah daripada perlakuan ke-I. Hal tersebut karena eceng gondok mampu menyerap kontaminan yang terdapat dalam air limbah dengan bantuan akar untuk menyerapnya. Kontaminan yang diserap oleh akar tersebut kemudian diakumulasikan didalam struktur tubuh eceng gondok. Akan tetapi, jika kontaminan yang berlebihan dan telah melewati ambang batas akan mempercepat kematian pada tanaman eceng gondok itu sendiri (Rukmi, 2013)

·         Adsorpsi 
Hasil pengolahan pada perlakuan ke-II juga menghasilkan penurunan yang kecil. Dimana nilai rata-rata penurunan COD sebesar 233,6 mg/l, logam Fe sebesar 3,94 mg/l, dan logam Pb sebesar 0,043 mg/l. Setelah didiamkan selama 24 jam dalam reaktor adsorpsi dengan menggunakan adsorben zeolit dan karbon aktif terjadi perubahan warna pada air limbah laboratorium yang awalnya berwarna merah menjadi warna jernih. Hal tersebut membuktikan bahwa karbon aktif mampu menyerap warna sehingga dapat menghilangkan warna limbah hasil koagulasi yang berwarna merah muda menjadi berwarna jernih (Azamia, 2012).

·         Efisiensi Penurunan
Limbah laboratorium lingkungan diolah menggunakan kombinasi proses kimia dan biologi. Proses tersebut digunakan untuk menurunkan parameter pencemar yaitu COD, Fe dan Pb agar dapat sesuai dengan baku mutu yang diperbolehkan untuk dibuang ke lingkungan.

2.3   Proses Pengolahan Air Limbah Secara Kimia :

a.       Proses Screening (Penyaringan)
Di dalam proses pengolahan air limbah, screening (saringan) atau saringan dilakukan pada tahap paling awal. Saringan untuk penggunaan umum (general porpose screen) dapat digunakan untuk memisahkan bermacam-macam benda padat yang ada di dalam air limbah, misalnya kertas, plastik, kain, kayu dan benda dari metal serta lainnya. Benda-benda tersebut jika tidak dipisahkan dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pemompaan dan unit peralatan pemisah lumpur misalnya weir, block valve, nozle, saluran serta perpipaan. Hal tersebut dapat menimbulkan masalah yang serius terhadap operasional maupun pemeliharaan peralatan. Saringan yang halus kadang-kadang dapat juga digunakan untuk memisahkan padatan tersuspensi.


b.      Unit Pemisah Pasir (Grit Removal)
          Di dalam proses pengolahan air limbah pasir, kerikil halus, dan juga bendabenda lain misalnya kepingan logam, pecahan kaca, tulang, dan lain lain yang mana tidak dapat membusuk, harus dipisahkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk melindungi kerusakan pada peralatan mekanik seperti pompa, flow meter dll, agar tidak terjadi abrasi atau ikan ini merupakan limbah industri makanan, maka pH dari limbah ini tidak akan terlalu ekstrim (asam/basa). Karena kondisi yang telah relatip netral ini, maka tidak diperlukan lagi adanya unit/ alat untuk pengontrolan pH limbah.
c.       Proses Koagulasi – Flokulasi
Koagulasi adalah proses destabilisasi partikel koloid dengan cara penambahan senyawa kimia yang disebut koagulan. Koloid mempunyai ukuran tertentu sehingga gaya tarik menarik antara partikel lebih kecil dari pada gaya tolak menolak akibat muatan listrik. Pada kondisi stabil ini penggumpalan partikel tidak terjadi dan gerakan Brown menyebabkan partikel tetap berada sebagai suspensi.
 Melalui proses koagulasi terjadi destabilisasi, sehingga partikel-partikel koloid bersatu dan menjadi besar. Dengan demikian partikel-partikel koloid yang pada awalnya sukar dipisahkan dari air, setelah proses koagulasi akan menjadi kumpulan partikel yang lebih besar sehingga mudah dipisahkan dengan cara sedimentasi, filtrasi atau proses pemisahan lainnya yang lebih mudah.
Koagulasi adalah proses destabilisasi koloid dengan penambahan senyawa kimia yang disebut zat koagulan. Flokulasi adalah proses penggumpalan (agglomeration) dari koloid yang tidak stabil menjadi gumpalan partikel halus (mikro-flok), dan selanjutnya menjadi gumpalan patikel yang lebih besar dan dapat diendapkan dengan cepat. Senyawa kimia lain yang diberikan agar pembentukan flok menjadi lebih cepat atau lebih stabil dinamakan flokulan atau zat pembantu flokulasi (flokulan aid).
Di dalam sistem pengolahan air limbah dengan penambahan bahan kimia proses koagulasi sangat diperlukan untuk proses awal. Partikel-partikel yang sangat halus maupun partikel koloid yang terdapat dalam air limbah sulit sekali mengendap. Oleh karena itu perlu proses koagulasi yaitu penambahan bahan kimia agar tadi menggumpal menjadi besar dan berat sehingga kecepatan pengendapannya lebih besar.

d.      Tangki Pencampur
Tangki pencampur dilengkapi dengan alat pengaduk/agitator agar bahan kimia (koagulan) yang dibubuhkan dapat bercampur dengan air baku secara cepat dan merata. Oleh karena kecepatan hidrolisa koagulan dalam air besar maka diperlukan pembentukan flok-flok halus dari koloid hidroksida yang merata dan secepat mungkin sehingga dapat bereaksi dengan partikel-partikel kotoran membentuk flok yang lebih besar dan stabil. Untuk itu diperlukan pengadukan yang cepat.

e.       Flokulator
Fungsi flokulator adalah untuk pembentukan flok-flok agar menjadi besar dan stabil sehingga dapat diendapkan dengan mudah atau disaring. Untuk proses pengendapan dan penyaringan maka partikel-partikel kotoran halus maupun koloid yang ada dalam air baku harus digumpalkan menjadi flok-flok yang cukup besar dan kuat untuk dapat diendapkan atau disaring.
Flokulator pada hakekatnya adalah kombinasi antara pencampuran dan pengadukan sehingga flok-flok halus yang terbentuk pada bak pencampur cepat akan saling bertumbukan dengan partikel-partikel kotoran atau flok-flok yang lain sehingga terjadi gumpalan gumpalan flok yang besar dan stabil.

f.        Sedimentasi atau Pengendapan
Sedimentasi adalah suatu unit operasi untuk menghilangkan materi tersuspensi atau flok kimia secara gravitasi. Proses sedimentasi pada pengolahan air limbah umumnya untuk menghilangkan padatan tersuspensi sebelum dilakukan proses pengolahan selanjutnya. Gumpalan padatan yang terbentuk pada proses koagulasi masih berukuran kecil. Gumpalan-gumpalan kecil ini akan terus saling bergabung menjadi gumpalan yang lebih besar dalam proses flokulasi. Dengan terbentuknya gumpalan-gumpalan besar, maka beratnya akan bertambah, sehingga karena gaya beratnya gumpalan-gumpalan tersebut akan bergerak ke bawah dan mengendap pada bagian dasar tangki sedimentasi.
Bak sedimentasi dapat berbentuk segi empat atau lingkaran. Pada bak ini aliran air limbah sangat tenang untuk memberi kesempatan padatan/suspensi untuk mengendap. Kriteria-kriteria yang diperlukan untuk menentukan ukuran bak sedimentasi adalah: surface loading (beban permukaan), kedalaman bak dan waktu tinggal. Waktu tinggal mempunyai satuan jam, cara perhitungannya adalah volume tangki dibagi dengan laju alir per hari. Beban permukaan sama dengan laju alir (debit volume) rata-rata per hari dibagi luas permukaan bak, satuannya m3 per meter persegi per hari. (Setiyono dan Satmoko Yudo, 2010).




Daftar pustaka

Azamia, M. 2012. Pengolahan Limbah Cair Laboratorium Kimia dalam Penurunan Kadar Organik Serta Logam Berat Fe, Mn, Cr dengan Metode Koagulasi dan Adsorpsi. Depok: Univeraitas indonesia
Idrus, Rosita,dkk. 2013. Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa. Pontianak: FMIPA Universitas Tanjungpura.
Rukmi, D. P. 2013. Efektivitas Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dalam Menurunkan Kadar Deterjen, BOD, dan COD pada Air Limbah Laundry (Studi di Laundry X di Kelurahan Jember Lor Kecamatan Patrang Kabupaten Jember). Jember: Universitas Jember. niversitas Indonesia.
Karmana, Oman. 2007. Cerdas Belajar Biologi. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Sofian, 2006. Sukses Membuat Kompos dari Sampah. Jakarta: Cetakan Pertama Penerbit
Agromedia Pustaka.

Setiyono dan Satmoko Yudo. 2011. Prototipe Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri
Pengolahan Ikan  di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi. Jakarta.

Endang Widjajanti. (2009). Kajian Penggunaan Adsorben sebagai Alternatif Pengolahan  
Limbah Zat Pewarna Tekstil.Proseding, Seminar Nasional.Yogyakarta: FMIPA UNY.

Situmorang, Manihar., (2013), Pengembangan Buku Ajar Kimia SMA Melalui Inovasi  
Pembelajaran dan Integrasi Pendidikan Karakter untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa, Prosiding Seminar Hasil Lembaga Penelitian Unimed. Jakarta.

Komentar